Setelah pemeriksaan , karena hasilnya harus ditunggu dalam beberapa hari. Maka kami memutuskan untuk kembali ke rumah dahulu. Karena nanti katanya akan datang surat pemberitahuan.
Sejak saat itu, aku berpikir bahwa ini adalah yang sangat serius dalam hidupku. Sejak saat itu aku mulai rutin untuk memeriksakan diri, dan itu demi kebaikan jugakan. Sampai suatu malam, aku harus tidur dirumah sahabatku karena malam itu kami akan lembur , karena untuk persiapan lomba arsitektur. Saat itu ayah sedang dalam kondisi sakit, ya.. penyakit asam uratnya dan diabetesnya mulai meningkat. Sedangkan saya, saat -saat itu kadang terlalu fokus dan lupa untuk memperhatikan ayah. Ya.. awalnya memang ayah juga yg menyuruh aku untuk tetap fokus. Karena dia memang sudah tau, kalau aku sangat menyukai arsitektur. Beberapa hari sebelum aku berangkat untuk perlombaan, aku menemani ayah dirumah. Ayah masih tetap sakit, dia yang dulunya gemuk sekarang tampak kurus. Masih, ingat suatu malam,ayah banyak berbincang denganku saat aku temani duduk di teras. Sambil memijit kaki ayah, saya mendengarkan beberapa pesan ayah yang masih saya ingat sampai sekarang, "Maaf nak, ayah sekarang tidak dapat menjagamu lagi, ayah, yakin, anak ayah pasti suda jadi orang yng kuat sekarang, pasti sudah menjadi lebih dewasa, dan bisa menjaga ibu, jangan askiti hati ibu, jangan juga membohongi dirimu sendiri,nak. Ayah tau kamu ingin seperti anak-anak yang lain kan?." Aku hanya menganggguk. Lalu ayah meneruskan pembicaraannya. "Tapi anak ku, jadi dirimu sendiri itu lebih baik, jangan suka meniru orang-orang, kamu punya kelebihan besar sebenarnya, tidak sperti orang lain., kamu itu lebih mengerti keadaa sekitar dari pada orang lain. Ayah lihat kamu, dapat memberi semangat kepada sahabatmu, memberi nasehat, teman berbagi, dapat memnyalurkan hobbym, itu baru anak ayah,. Ayah hany berharap kamu tetap jadi dirimu sendiri, jangan lupa kamu juga milik Allah, jadi selalu bersyukur, ya..". Aku terus mendengarkan ayah, kulihat ata beliau berkaca-kaca. Aku sempat berpikir, aku seperti waktu kecil dulu, selalu mendengarkan wajengan ayah. Karena aku sadar, sejak aku tumbuh dewasa, aku kadang lupa untuk sesekali lebih dekat dengan kedua orang tua. Lalu ayah melanjutkan "Nak, ayah tau kalau kamu sedih, kalau kamu senang, makanya kalau kamu sedih, ayah selalu ajak kamu keluarkan, coba lihat bintang malam ini. Tidak ada kan, itu karena langit kadang sejak ayah dari kecil, lebih mengerti perasaan ayah, ayah dulu anak paling ke 4 dari 6 bersaudara, tapi ayahlah yang selalu membantu kakekmu dan nenekmu, karena kalau bukan ayah siapa lagi. Jadi saat ayah sedih, atau senang , ayah selalu memandang langit.." "kenapa?" tanyaku pada ayah.."kenapa? karena ayah dulu tidak pernah dekat dengan orang tua, karena mereka sibuk, dan saudara ayah juga sibuk sendiri. Jadi, ya.. langit itu lah teman ayah, maksud dari langit itu adalah hanya Tuhan anakku. Kalau kamu sedih, kamu harus berdo'a pada-Nya, kalau kamu senang kamu juga harus berdo'a pada-Nya. SAtu lagi, jangan lupa teruslah membaca Al-Qur'an, kenapa ayah selalu keras , dan membuatmu menangis kalau belajar mengaji, karena ayah, tidak ingin anak ayah, tidak bisa, dan buta dengan agama, ayah tidak ingin anak ayah , jadi anak yang tidak karuan." Aku melihat ayah, mulai meneteskan air matanya, dan aku juga ikut mulai sedih. "Nak, jangan kamu sia-siakan ya, ajaran ayah selama ini. Kamu bisa mengaji, ayah ajarkan wushu, ayah ajarkan menulis, ayah ajarkan bekerja, ayah juga mengajarkan menghormati." "Iya yah, ayah banyak mengajarkan banyak hal padaku". sahutku memotong pembicaraan ayah. "Nak, jangan lupa , jaga ibumu dan dirimu sendiri. Jaga orang disekitarmu tetap tersenyum, jika mereka tersenyum berarti mereka merasa nyaman,". Banyak lagi pembicaraanku dengan ayah diteras malam itu, Saat itu lah malam terakhir aku dengan ayahku. Karena malam selanjutnya, ayah sudah menghembuskan nafas terakhirnya, dan saat itu aku juga berada disamping ayahku yang baru beberapa jam masuk rumah sakit.
Sekarang, aku sudah hidup 20 tahun, Banyak sekali pejaran dari ayah dan juga ibu,. Dan aku sekarang harus meninggalkan ibu sendirian, untuk kuliah, Walau hanya berbeda kota, sekitar 4 jam perjalanan pulang dan pergi. Tetap saja aku harus mandiri. Awalnya ibu, memberikan aku pilihan, mau menruskan kuliah atau tidak., karena aku tau, ibu selalu saja khawatir dengan keadaanku.Tapi aku beri beberapa keyakinan dan penjelasan pada ibu, walau awalnya itu sulit, tapi akhirnya ibu pun, berani melepaskanku. Sampai sekarang aku, harus melakukan chek up rutin setiap bulan. Namun, itu tidak mematahkan semangatku untuk tetap bercerita dan menjalani ceritaku seperti apa yang terlah di tuliskan Allah di Lauhul Mahfudz. Motivasi, yang selalu ditularkan ayah kepadaku dan kegigihan yang ditularkan ibu kepadaku, itu terus menjadi kekuatanku. Karena aku yakin, aku dapat menjadi anak yang berguna bagi mereka, dan selama restu mereka mendekap jiwaku, saat itu lah aku benar-benar mampu melakukan hal yang baik. Pertama kali melangkahkan kaki, diperkuliahan. Aku belum yakin sekuat apa aku, seperti yang ayah katakan dulu. Aku harus hidup sendiri, tidak hanya menunggu bulan dari ibu, tapi aku juga berusaha meringankan ibu, tidak punya teman satupun ditempat asing ini dan memulai semuanya dengan hal baru pernah aku lakukan, yaitu kemandirian. Aku harus menjaga diri sendiri. Akupun bertemu teman-teman yang awalnya sangatlah asing bagiku, tidak pernah mengenal mereka. Sama sekali. Ya.. mereka adalah teman-teman di jurusan perkuliahanku sekarang, Ananlok@. Itu sebutan keluarga kami sekarang ini. Sekarang aku, harus bertemu dengan mereka hampir setiap hari. Awalnya mencoba, beradaptasi dengan mereka, yang sebenarnya juga tidak pernah mengenal satu sama lain. Perlahan aku malu, pada mereka, karena aku tau, aku anak manja, anak yang punya kekurangan, tidak sepertimereka. Namun, akhirnya aku mulai merasakan kekeluargaan. Mereka menerimaku apa adanya.., ya.. aku sangat senang.
Berjalan beberapa waktu, aku terus merasanyaman dengan mereka semua. Karena, jika bukan mereka siapa lagi temanku disini. Tapi satu hal, yang aku putuskan untuk kusimpan pada mereka. Yaitu keadaanku yang sebenarnya. Karena aku ingat pesan ayah "Jangan berteman dengan rasa kasian, tapi bertemanlah karena kau benar-benar merasa nyaman nak,". Itulah yang selalu pegang kepada semua temanku.
Sekarang, aku sudah hidup 20 tahun, Banyak sekali pejaran dari ayah dan juga ibu,. Dan aku sekarang harus meninggalkan ibu sendirian, untuk kuliah, Walau hanya berbeda kota, sekitar 4 jam perjalanan pulang dan pergi. Tetap saja aku harus mandiri. Awalnya ibu, memberikan aku pilihan, mau menruskan kuliah atau tidak., karena aku tau, ibu selalu saja khawatir dengan keadaanku.Tapi aku beri beberapa keyakinan dan penjelasan pada ibu, walau awalnya itu sulit, tapi akhirnya ibu pun, berani melepaskanku. Sampai sekarang aku, harus melakukan chek up rutin setiap bulan. Namun, itu tidak mematahkan semangatku untuk tetap bercerita dan menjalani ceritaku seperti apa yang terlah di tuliskan Allah di Lauhul Mahfudz. Motivasi, yang selalu ditularkan ayah kepadaku dan kegigihan yang ditularkan ibu kepadaku, itu terus menjadi kekuatanku. Karena aku yakin, aku dapat menjadi anak yang berguna bagi mereka, dan selama restu mereka mendekap jiwaku, saat itu lah aku benar-benar mampu melakukan hal yang baik. Pertama kali melangkahkan kaki, diperkuliahan. Aku belum yakin sekuat apa aku, seperti yang ayah katakan dulu. Aku harus hidup sendiri, tidak hanya menunggu bulan dari ibu, tapi aku juga berusaha meringankan ibu, tidak punya teman satupun ditempat asing ini dan memulai semuanya dengan hal baru pernah aku lakukan, yaitu kemandirian. Aku harus menjaga diri sendiri. Akupun bertemu teman-teman yang awalnya sangatlah asing bagiku, tidak pernah mengenal mereka. Sama sekali. Ya.. mereka adalah teman-teman di jurusan perkuliahanku sekarang, Ananlok@. Itu sebutan keluarga kami sekarang ini. Sekarang aku, harus bertemu dengan mereka hampir setiap hari. Awalnya mencoba, beradaptasi dengan mereka, yang sebenarnya juga tidak pernah mengenal satu sama lain. Perlahan aku malu, pada mereka, karena aku tau, aku anak manja, anak yang punya kekurangan, tidak sepertimereka. Namun, akhirnya aku mulai merasakan kekeluargaan. Mereka menerimaku apa adanya.., ya.. aku sangat senang.
Berjalan beberapa waktu, aku terus merasanyaman dengan mereka semua. Karena, jika bukan mereka siapa lagi temanku disini. Tapi satu hal, yang aku putuskan untuk kusimpan pada mereka. Yaitu keadaanku yang sebenarnya. Karena aku ingat pesan ayah "Jangan berteman dengan rasa kasian, tapi bertemanlah karena kau benar-benar merasa nyaman nak,". Itulah yang selalu pegang kepada semua temanku.